Pages

Subscribe:

Senin, 17 Oktober 2011

Kumpulan Cerpen Terlaris 2011

Aku dilahirkan bersama sepi


Aku dilahirkan bersama sepi. Di antara dinding-dinding yang menghimpit masa kanak-kanakku. Hingga kini aku lebih suka berdiam diri, menjauhi keramaian manusia yang menceritakan tentang segala yang mereka miliki. Sebab memang aku membenci kebisingan itu. Aku tahu dan menyadari pula, bahwa sejak dulu aku tak pernah memiliki dari apa yang mereka miliki. Dari itu aku selalu menjauhi mereka, menjauhi kawan-kawanku. Aku dilahirkan bersama sepi, bersama kesendirian, bersama masa abu-abu. Bagiku, cahaya lilin yang setiap kali menyala di setiap sudut kamarku adalah kawan yang mampu mengajakku tersenyum, meski hanya tersenyum sendiri. Cahaya lilin itu akan mengajakku bermain-main sendiri menuju dunia terindah yang tak pernah ada di dunia ini. Yaitu, dunia hayalan-hayalan. Aku menemukan duniaku sendiri. Dunia yang aku bangun sendiri. Seperti itulah dari sekian lama aku menjalani hari-hari. Biarkan, aku tak pernah menghiraukan segala kebisingan di luar. Sekali lagi, aku membenci kebisingan itu. Aku lebih suka memendam diri dari keramaian yang selalu menyerang gendang telingaku. Ah, kehidupan ini terlalu bising, ramai, dan membuatku selalu merasa iri dengan manusia-manusia itu. Entah, kenapa Tuhan tidak menciptakan empat lilin yang selalu berpendar di setiap sudut dunia dan mengajak manusia untuk bersama membangun imajinasi-imajinasi. Namun, sekuat apa kehendakku, aku percaya bahwa aku tak pernah mampu mengelak dari kehendak Tuhan. Kehidupan ini adalah ragam warna-warni, aku menyadari hal itu pula. Aku tak bisa mengelaknya, sekali lagi aku tak bisa mengelaknya. Orang-orang mengatakan ini semua adalah takdir. Apa dayaku melawan takdir? Melawan segala keputusan yang menjadi kehendak Tuhan seutuhnya. Aku tahu, aku tak akan mampu melawan Tuhan, karena aku sendiri yang menemukan Tuhan dalam hayalan-hayalanku, dalam setiap perenunganku selalu segalanya berujung pada Tuhan. Aku menemukan Tuhan dalam setiap analogi-analogi semesta. Setiap aku berpejam mata dan membayangkannya, Tuhan selalu memelukku.

Kawan, sebelum aku lanjutkan kembali izinkan aku kembali bercandu mengepulkan asap rokokku. Walau tanpa kecupan bibir cangkir kopi tapi aku tetap menikmatinya. Ini sungguh malam yang temaram dan menjenuhkan. Baiklah mari aku lanjutkan kawan, aku telahir terlahir bersama sepi, serta bersama kepulan asap-asap yang menggerogoti paru-paruku. Ini adalah estetika hidup. Meski harus bersakit sendiri, tapi kenyamanan diri tak akan pernah bisa dibeli dengan harga berapapun. Aku menyukai sikap bersakit-sakit. Sakit-sakit, menyakiti diriku sendiri. Aku tahu, hal itu akan sangat dekat sekali dengan mati, dan aku tak pernah takut akan hal itu. Sebab, kematian adalah salah satu kawanku sejak kanak-kanakku. Aku merasa kematian adalah barisan sajak-sajak yang sering saya tuliskan pada sesobek kertas kehidupanku. Sajak-sajak kehampaan dan keheningan yang menjarahi segala waktuku.

0 komentar:

Posting Komentar